Sabtu, 28 Mei 2016

REMAN INSAF KARENA WAS WAS

PREMAN INSAF KARENA WAS WAS
 Jeremia Situmorang

Pertama kali saya belajar mencopet, saya naik bus. Saya lihat ada calon korban saya. Tapi saya mau mencopet itu kayaknya ada sebuah yang namanya ketakutan sebenarnya. Takut ketahuan, takut digebukin massa. Tapi dorongan untuk lakukan itu tetap kuat, akhirnya saya copet juga,” demikian penuturan Jeremia Situmorang, mengenang pengalaman pertama terjerumus menjadi seorang preman.

Awalnya Jeremia mulai belajar mencopet ketika dirinya menyaksikan sekelompok pencopet di terminal seolah begitu mudah mendapatkan uang. Sembari berjualan koran, Jeremia muda yang hanya tamat Sekolah Dasar (SD) itu pun nekat mulai beraksi.
Aksi yang pertama benar-benar sukses. Sehingga memancingnya untuk kembali melakukan lagi dan lagi. Setiap hasil copet yang diperolehnya bahkan dipergunakan untuk pergaulan yang buruk, seperti minum-minuman keras dan merokok.

“Lambat laun pergaulan saya semakin nakal, semakin menyimpang. Saya merasa malu dipanggil orang nama Jeremia. Saya pikir kog, nama ini kog kayak nama cewek. Lalu saya ganti nama saya menjadi Robert”.

Selama 15 tahun sudah Jeremia menjadi tukang copet terminal. Namun, baginya hasil copet yang mereka dapatkan selama ini belum apa-apa. Timbul hasrat yang semakin jahat dalam dirinya untuk melakukan pencopetan besar-besaran di bus kota.

Waktu itu, Jeremia dan dua teman lainnya bersiap menjarah salah satu bus ibu kota. Berbekal senjata tajam di tangannya, Jeremia mulai memaksa satu per satu penumpang untuk menyerahkan benda-benda berharganya. “Semua penumpang metro mini itu kami rampok. Cuma modal satu celurit. Kami jambret, semua kami ambilin”.

Aksi mereka memang hampir berhasil kala itu. Namun teriakan seorang penumpang berhasil membuat massa mulai berdatangan dan berupaya menghadang ketiganya. Malangnya, Jeremia babak belur dihajar oleh massa sehingga mengakibatkan luka yang cukup parah.
Akibatnya, Jeremia harus mendekap di sel penjara selama tiga bulan lamanya. “Saya dibawa ke tahanan polisi, di sel. Selama tiga bulan saya ada di dalam sel, dan waktu di dalam itu saya nggak ada barang bukti lagi. Dan yang jelas saya bebas di situ”.

Namun setelah bebas, tiada penyesalan yang terbersit dalam hatinya. Ia kembali terjun menjadi preman terminal bersama dengan gank bentukannya yang diberi nama ‘ANTOGER’ atau Anak Tongkrongan Grogol’. Setiap hari, mereka memeras dan memaksa dengan kasar para pedagang terminal untuk mendapatkan sejumlah uang. “Kami berjudi, peras orang lain, dan saya sangat menikmati kehidupan seperti itu”.

Dan pada akhirnya, perjalanan kejahatan Jeremia sudah sampai di akhir babak. Tak lama setelah perampokan terakhirnya di sebuah kios milik seorang wanita, Jeremia dan komplotannya berhasil dibekuk polisi.

Benarlah bahwa dalam kondisi sulit dan berat, manusia cenderung akan mengingat Tuhan yang adalah pribadi yang mampu memberi pertolongan dan kasih. Hal itu pula yang dialami oleh Jeremia saat dalam proses rekonstruksi kasus yang membelitnya. Saat itu, dirinya benar-benar was-was akan keselamatannya ketika menyaksikan bagaimana salah satu dari rekannya tewas di tempat ketika berusaha melarikan diri.

“Saya lihat ngeri banget.  Ketakutan juga begitu ditembak saya pikir saya mau dikeg gitu atau gimana? Di situlah saya berdoa. Saya minta sama Tuhan: ‘Ya Tuhan tolong bebaskan aku dari sini ya Tuhan’. Saya pernah dengar nama Yesus di situ saya teringat ada satu lagu yang pernah diajarkan guru sekolah minggu yang pernah saya ikuti”.

Jeremia mulai membayangkan betapa berat siksaan api neraka saat dirinya mati dan masuk neraka. “Saya berdoa di situ: Tuhan aku berjanji kalau aku bebas dari sini, aku akan jadi orang baik-baik, ya Tuhan”.

Pertolongan Tuhan pun kembali hadir, Jeremia dibebaskan dari hukuman penjara. Hal itu seolah mimpi dalam hidupnya karena masih diberi kesempatan menikmati kehdiupan dan bertemu dengan keluarganya. Selepas dari itu, Jeremia mulai menghindar dari pergaulan buruknya di terminal. Hidupnya mulai difokuskan mengenal Tuhan melalui firman-Nya dan mulai menghidupi kehidupannya lewat pekerjaan halal.

“Sebebas saya dari tahanan itu, sampai di rumah saya keingat ‘ini pasti pertolongan Tuhan’. Saya ingat juga janji saya untuk jadi orang baik-baik. Akhirnya di situ saya putuskan untuk tidak nongkrong lagi. Saya bisa betah ada di rumah, bersama dengan keluarga, dengan mama saya, dengan kakak saya. Saya banyak belajar tentang firman Tuhan, kemudian anugerah Tuhan juga saya mendapatkan pekerjaan yang baik. Oleh karena bantuan keluarga juga. Walaupun yang saya dapatkan itu jauh lebih kecil dari yang apa yang saya dapatkan dulu, tapi saya nikmati hasilnya itu enak, bahagia”.


Melalui beragam kejadian yang dialami Jeremia, ia mengakui bahwa Tuhan itu benar nyata masih menolong dan mengasihinya. Sekali pun Jeremia adalah preman dan tukang copet, namun Tuhan tidak pernah abai dengan kehidupan setiap anak-anaknya. Tuhan memakai Jeremia, si mantan preman ini sebagai alat untuk membagikan kasih Tuhan kepada orang lain lewat perubahan hidupnya. Yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang

0 komentar:

Posting Komentar